Total Pageviews

Translate

Friday, March 08, 2013

" SEBUAH RENUNGAN, SEBUAH HARAPAN "



Hidup mengalir bagai air. Kadang menggelontor buas. Kadang mengalun lembut. Siapa yang dapat memastikan bahwa derita hari ini adalah suatu kekekalan? Siapa pula yang mampu untuk menentukan bahwa kebahagiaan sekarang adalah suatu keabadian? Hidup mengalir dan mengalir menuju muara yang luas tak bertepi. Seperti syair sebuah lagu, kita tak pernah dapat memastikan apa yang akan kita temui di hari esok. Suka? Duka? Siapa tahu? Ya, siapa yang dapat memastikannya?

Harapan digantungkan kadang terlalu tinggi. Harapan disembunyikan kadang terlalu dalam. Kekecewaan timbul dari segala hasrat, ambisi, keinginan yang tak terpenuhi. Atau keadaan dan kondisi yang tak sesuai dengan harapan. Sering malah amat bertentangan. Salah siapa? Keadaan? Diri kita? Tuhan? Siapakah yang bisa menebak dan memastikan keinginan Tuhan? Kita? Bukankah kita hanya mampu berpikir sesuai dengan apa yang menjadi dasar pengalaman kita selama kita telah hidup? Jadi bagaimana kita mesti menjalani kehidupan ini? Bagaimana kita dapat menebak keinginan Tuhan? Atau merasa bahwa kita tahu keinginan Tuhan?

Kekecewaan. Rasa sepi. Hampa. Tak berarti. Sakit. Nyeri dan perih menusuk hati. Merasa dikhianati. Merasa dilecehkan dan bahkan dinodai dan dihancurkan. Dari mana asal segala keputus-asaan kita itu? Pandangan masyarakat? Pandangan kita sendiri? Atau pemikiran kita sendiri tentang apa yang baik dan buruk menurut pengalaman hidup kita? Tahukah kita makna keberadaan kita di dunia ini? Untuk apakah hidup kita sendiri? Untuk berbuat sesuatukah? Atau untuk tidak berbuat sesuatu? Dimanakah kita akan pergunakan talenta-talenta kita? Akankah kita sembunyikan di dalam segala keputus-asaan dan kehampaan kita saja?

Hidup mengalir bagai air, dan seperti kata seorang filsuf, tak ada yang abadi selain dari perubahan. Hidup selalu mengalir dan berubah. Apa yang saat ini sesuatu yang buruk, di hari esok, siapa tahu? Hidup tidak tergantung pada kata yang tetap dan pasip. Hidup akan dan selalu akan berubah seperti aliran air yang sama namun tak pernah berdiam di tempat yang sama. Jangan pesimis akan hidup kita. Sebab kita tidak tahu dan tidak akan pernah tahu apa yang akan kita hadapi di hari esok. Semua berubah. Semua bergerak. Meluncur maju. Ke depan. Bersama waktu. Dan itulah kenyataan yang kita hadapi saat kita hidup. Kebenaran? Biarlah nanti Dia yang menciptakan kita yang akan menilainya.

Maka derita, apalah artinya? Kenistaan, apalah maknanya? Kesalahan, apakah benarnya? Tubuh kita yang fana ini toh kelak akan berakhir sama seperti tubuh-tubuh lain yang saat hidupnya merasa jauh lebih benar daripada kita. Pada akhirnya, kita semua akan berakhir. Dan harus berakhir. Pada akhirnya, kita semua akan mengalir menuju muara yang sama. Muara luas tanpa batas. Muara dimana hanya ada cinta kasih dan pengampunan. Muara dimana kemurahan Sang Pencipta memenuhi segala kebencian, hasrat, kekecewaan, keputus-asaan dan penderitaan kita semua. Jadi mengapa kita takut untuk hidup dan menjalani kehidupan kita saat ini? Sebab, toh, pada akhirnya kita semua akan tahu betapa kebenaran dari Dia sungguh tak terpikir dan takkan pernah mampu terpikirkan oleh kita yang hidup saat ini.

Jauhkanlah sedihmu. Lepaskanlah keputus-asaanmu. Biarkanlah tubuh ternodamu. Hilangkanlah tindakan yang kau rasa salah. Janganlah memikirkan apa yang telah terjadi, tetapi pikirkanlah apa yang akan kau lakukan sehingga segala sesuatu yang telah terjadi sebelumnya dapat terhapus oleh apa yang akan kau lakukan nanti. Jika tidak di mata orang hidup, pasti di mata Sang Pencipta. Sebab Dia tahu kebenarannya. Sebab Dia tahu hidup kita. Sebab Dia tahu dan hanya Dia yang tahu. Dan itu sudah cukup. Sudah teramat cukup. Jika demikian, apalagi yang perlu kita sesalkan dalam hidup ini, temanku? Apalagi?



No comments: